Dewan Gereja Papua minta Jokowi penuhi janji

Dewan Gereja Papua pada Rabu (8/11/2021) mengeluarkan seruan moral terkait konflik bersenjata di Papua. Dewan Gereja Papua meminta Presiden Joko Widodo memenuhi janjinya untuk mengupayakan solusi perdamaian Papua.

Seruan Dewan Gereja Papua disampaikan melalui Surat Keprihatinan yang ditandatangani oleh Dewan Moderat Dewan Gereja Papua, Pendeta Benny Giay dan tiga pemimpin Sinode Gereja yang tergabung dalam Dewan Gereja Papua. Ketiga pemimpin gereja itu adalah Pendeta Andrikus Mofu, Pendeta Dorman Wandikbo, dan Pendeta Socratez S Yoman.
Dewan Gereja Papua konflik bersenjata antara pasukan TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) telah mengakibatkan krisis kemanusiaan di enam wilayah, yaitu Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Nduga, dan Kabupaten Puncak. “Kami telah mendapatkan laporan dari jemaat kami, bahwa setidaknya 60.000 orang jemaat mengungsi ke berbagai wilayah, termasuk ada yang ke Papua Nugini,” demikian seruan Dewan Gereja Papua
Dewan Gereja Papua menyatakan konflk bersenjata itu telah menimbulkan korban dari pihak warga sipil, TNI/Polri, maupun TPNPB. Korban terus berjatuhan, namun pemerintah pusat terus menambah pasukan di Papua, tanpa pernah menjelaskan status Papua sebagai wilayah operasi milieter atau bukan.
“Pemerintahan Joko Widodo berkewajiban menyampaikan status Papua, apakah wilayah operasi militer, penegakan hukum, atau pendekatan pembangunan kesejahteraan. Pemerintah kewajiban menjelaskan status konflik di Tanah Papua kepada publik.”
Dewan Gereja Papua mengarahkan pernyataan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa tentang perlunya penambahan Kodim baru di Tanah Papua. Pernyataan itu dinilai bertolak belakang dengan janjinya menggunakan pendekatan damai dalam menyelesaikan konflik Papua.

Dewan Gereja Papua juga mengkritik Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merancang pemekaran Papua dan jumlah kabupaten kota di Tanah Papua. , dan menjadikan orang asli Papua sebagai korbannya.
Dewan Gereja Papua menyampaikan delapan seruan moral. Pertama, meminta izin pemerintah Dewan HAM PBB untuk datang ke Tanah Papua dan melakukan investigasi secara independen atas konflik berkepanjangan di Tanah Papua. Kedua, mendesak Jokowi melakukan dialog dengan kelompok pro referendum United Liberations Movement for West Papua (ULMWP), sesuai dengan janjinya kepada publik pada 30 September 2019 di Jakarta.

Ketiga, meminta pemerintah menghentikan operasi militer, pengiriman pasukan, dan penambahan infrastruktur militer di Tanah Papua. Keempat, meminta pemerintah menargetkan semua rencana pemekaran provinsi dan kabupaten di Tanah Papua.
Kelima, pemerintah diminta dilibatkan praktek diskriminasi ras kepada orang Papua, dan pendaftaran orang-orang yang dikriminalisasi karena aktivitas politik yang dilakukan secara damai, termasuk Victor Yeimo, Malvin Yobe, Fernando Waine, Zode Hilapok, Defio Tekege, Maksimus Simon Petrus You, Lius Kitok Urupmabin , Yosep Ernesto Matuan, dan Ambros Fransiskus Elopere.
Keenam, Dewan Gereja Papua memohon dukungan komunitas Internasional dalam menyelesaikan pelanggaran HAM dan konflik berkepanjangan di Tanah Papua. Ketujuh, meminta investigasi independen Dewan HAM PBB atas kasus Paniai Berdarah yang terjadi 8 Desember 2014.
Kedelapan, Dewan Gereja Papua menyampaikan apresiasi, rasa hormat, dan terima kasih kepada para pemimpin budaya, pemimpin gereja, media, pemimpin pemerintahan, komunitas dan akademisi di Negara-negara Melanesia, Kawasan Pasifik, dan kepada semua pihak yang terlibat dalam solidaritas internasional untuk Rakyat Papua. “Dari Afrika, Australia, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan masyarakat sipil Indonesia telah mengambil bagian pada peringatan 1 Desember, dan telah lama menunjukkan solidaritas sejati perjalanan penderitaan umat Tuhan di Tanah Papua,” demikian seruan Dewan Gereja Papua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang operasi seroja 1975